MA Sunat Vonis Novanto, KPK: Koruptor Harusnya Dihukum Setinggi-tingginya

MA Sunat Vonis Novanto, KPK: Koruptor Harusnya Dihukum Setinggi-tingginya

MA Sunat Vonis Novanto, KPK: Koruptor Harusnya Dihukum Setinggi-tingginya

Mahkamah Agung (MA) menuai sorotan publik setelah memutuskan untuk memangkas hukuman mantan Ketua DPR RI

Setya Novanto, dalam kasus korupsi proyek e-KTP. Vonis yang semula dijatuhkan selama 15 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak

Pidana Korupsi kini dikurangi menjadi 10 tahun. Keputusan ini tertuang dalam putusan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Novanto dan dikabulkan oleh majelis hakim MA.

MA Sunat Vonis Novanto, KPK: Koruptor Harusnya Dihukum Setinggi-tingginya

Dalam salinan putusan, MA beralasan bahwa pengurangan hukuman diberikan atas dasar pertimbangan kemanusiaan dan kondisi kesehatan terdakwa.

Selain itu, hakim menilai bahwa Setya Novanto telah menunjukkan itikad baik selama menjalani masa tahanan.

Pertimbangan tersebut menuai pro dan kontra, terutama di tengah harapan masyarakat akan penegakan hukum yang tegas terhadap korupsi.

Respons KPK: Jangan Lembek pada Koruptor

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan kekecewaan terhadap putusan tersebut Menurut juru bicara KPK

lembaga antirasuah tersebut berpendapat bahwa vonis terhadap pelaku korupsi seharusnya tidak dikurangi, melainkan diperberat untuk memberikan efek jera.

KPK menegaskan bahwa kasus Setya Novanto merupakan salah satu skandal korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia, sehingga pengurangan hukuman bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi.

Kasus e-KTP dan Kerugian Negara

Kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto melibatkan kerugian negara hingga Rp2,3 triliun.

Ia terbukti secara sah dan meyakinkan menerima gratifikasi dan suap dalam proyek pengadaan kartu identitas elektronik tersebut.

Kasus ini menyeret banyak nama besar dan menjadi simbol lemahnya sistem pengawasan anggaran dalam proyek pemerintah. Masyarakat pun menaruh harapan besar pada aparat hukum untuk memberi hukuman berat bagi para pelakunya.

Reaksi Publik dan LSM Antikorupsi

Berbagai LSM dan aktivis antikorupsi mengecam putusan MA ini. Mereka menilai bahwa putusan tersebut mencederai rasa keadilan

publik dan memperburuk citra peradilan. Transparency International Indonesia menyebut bahwa pengurangan hukuman terhadap koruptor

kelas kakap dapat memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.

Beberapa aktivis bahkan menyerukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme PK di MA yang dinilai rawan penyalahgunaan.

Dampak Terhadap Penegakan Hukum

Putusan MA ini dinilai sebagai langkah mundur dalam upaya pemberantasan korupsi.

Efek jera terhadap pelaku kejahatan korupsi menjadi lemah ketika hukuman justru dipotong.

Padahal, salah satu cara efektif untuk menekan praktik korupsi adalah dengan memberikan hukuman maksimal kepada pelaku

khususnya mereka yang menjabat posisi strategis dalam pemerintahan. Jika tidak, dikhawatirkan akan muncul preseden buruk yang melemahkan moral aparat penegak hukum.

Kebutuhan Reformasi Peradilan

Pengamat hukum menyarankan agar pemerintah dan lembaga legislatif segera mendorong reformasi sistem peradilan, termasuk dalam hal transparansi dan akuntabilitas putusan MA.

Mekanisme Peninjauan Kembali (PK) harus diatur secara ketat agar tidak menjadi celah bagi narapidana kasus berat untuk lolos dari hukuman maksimal.

Selain itu, diperlukan pengawasan lebih ketat dari masyarakat sipil terhadap proses hukum yang berlangsung di lembaga yudikatif.

Harapan KPK ke Depan

KPK berharap agar ke depan lembaga peradilan dapat lebih konsisten dan tegas dalam memberikan hukuman terhadap para pelaku korupsi.

Menurut KPK, pengurangan hukuman terhadap Setya Novanto bertolak belakang dengan perjuangan panjang rakyat dalam

mendorong terciptanya pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi. Lembaga ini juga menyerukan agar masyarakat terus mengawal kasus-kasus besar agar tidak tergerus oleh kepentingan tertentu.

Kesimpulan: Ujian Bagi Sistem Hukum

Putusan Mahkamah Agung yang memangkas hukuman Setya Novanto menjadi ujian besar bagi sistem hukum di Indonesia.

Di saat publik berharap adanya ketegasan terhadap koruptor, justru muncul keputusan yang berpotensi melemahkan

kepercayaan terhadap institusi peradilan. Dalam menghadapi tantangan ini, penguatan integritas dan transparansi

lembaga peradilan menjadi hal yang sangat mendesak untuk memastikan hukum benar-benar menjadi panglima keadilan.

Baca juga: Kritik Hakim Kuasa Hukum 3 Polisi Way Kanan: Masih Ada Penggiringan Prosedur

adminTres Avatar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TresDemaIO

TresDemaio adalah platform artikel terpercaya yang menyajikan berbagai informasi menarik, inspiratif, dan edukatif. Kami hadir untuk memenuhi kebutuhan pembaca dengan konten yang berkualitas, mencakup beragam topik seperti Kuliner, gaya hidup, Politik, bisnis, dan banyak lagi.