2 Anggota TNI Keroyok Warga Serang hingga Tewas Jadi Tersangka dan Ditahan
Kejadian tragis kembali mencoreng institusi militer Indonesia setelah dua anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) diduga terlibat dalam aksi pengeroyokan terhadap seorang warga sipil hingga tewas. Peristiwa ini terjadi di wilayah Serang, Banten, dan kini menjadi perhatian publik serta pihak berwenang.
Kedua oknum prajurit tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polisi Militer dan saat ini resmi ditahan untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. Panglima TNI dan jajaran petinggi militer menyatakan bahwa institusi tidak akan menoleransi bentuk pelanggaran hukum apa pun, dan menjamin bahwa proses penegakan hukum akan dilakukan secara transparan dan adil.

2 Anggota TNI Keroyok Warga Serang hingga Tewas Jadi Tersangka dan Ditahan
Peristiwa pengeroyokan yang menewaskan seorang warga ini terjadi pada awal April 2025 di sebuah kawasan perumahan di Kecamatan Walantaka, Kota Serang. Korban berinisial AR (34 tahun), dilaporkan terlibat dalam cekcok dengan dua orang pria yang belakangan diketahui merupakan anggota aktif TNI dari salah satu kesatuan di Kodam Jaya.
Menurut keterangan sejumlah saksi, peristiwa berawal dari perdebatan terkait masalah pribadi antara korban dan para pelaku. Cekcok tersebut memanas hingga terjadi aksi pemukulan secara brutal terhadap korban. Warga yang menyaksikan kejadian itu sempat berusaha melerai, namun korban sudah dalam kondisi kritis ketika akhirnya dibawa ke rumah sakit.
Tim medis Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Serang menyatakan bahwa korban meninggal dunia beberapa jam setelah mendapat perawatan intensif. Hasil visum menunjukkan adanya luka memar berat di bagian kepala dan dada akibat benturan benda tumpul.
Identitas dan Status Para Pelaku
Dua pelaku pengeroyokan berinisial Serda HS dan Praka MA, masing-masing berasal dari kesatuan berbeda di lingkungan TNI AD. Mereka diketahui sedang dalam masa cuti dan berada di luar kedinasan saat peristiwa itu terjadi.
Komandan Polisi Militer Kodam III/Siliwangi, Kolonel CPM Heru Santosa, dalam keterangannya kepada media menyampaikan bahwa pihaknya langsung mengambil tindakan setelah mendapatkan laporan resmi dari masyarakat dan aparat kepolisian setempat.
“Kedua oknum tersebut saat ini sudah diamankan dan menjalani proses pemeriksaan intensif. Status mereka telah dinaikkan menjadi tersangka, dan penahanan dilakukan di Instalasi Tahanan Militer guna penyelidikan lebih lanjut,” ujar Kolonel Heru.
Ia juga menegaskan bahwa institusi TNI tidak akan melindungi anggotanya yang terlibat dalam pelanggaran pidana, terlebih yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang.
Tindakan Hukum dan Jalur Pengadilan Militer
Kasus ini saat ini tengah diproses melalui jalur hukum militer. Menurut KUHPM (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer), anggota TNI yang melakukan tindak pidana dapat diadili di pengadilan militer jika kejahatan dilakukan di luar dinas atau tidak terkait langsung dengan pelaksanaan tugas militer.
Kepala Pusat Penerangan TNI, Laksamana Muda Julius Widjojono, dalam pernyataan resminya menyebut bahwa pengadilan militer akan menangani kasus ini sesuai prosedur hukum yang berlaku.
“Tidak ada impunitas bagi anggota TNI yang melakukan pelanggaran. Kami menjamin keterbukaan dan integritas dalam setiap proses hukum yang sedang berjalan,” tegas Julius.
Ia juga menyampaikan bahwa TNI sedang berkoordinasi dengan pihak keluarga korban dan aparat sipil untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan tanpa tekanan dan intervensi.
Reaksi Masyarakat dan Keluarga Korban
Peristiwa tragis ini menimbulkan kemarahan dan kekecewaan mendalam di tengah masyarakat Serang. Banyak yang mengecam tindakan brutal yang dilakukan oleh aparat negara terhadap warga sipil yang tidak bersenjata. Warga menuntut keadilan ditegakkan tanpa memandang status pelaku sebagai anggota militer.
Pihak keluarga korban pun turut angkat suara. Kakak korban, Yuni AR, dalam pernyataannya mengaku masih terpukul dan menuntut agar pelaku dijatuhi hukuman setimpal.
Baca juga:19 April Bakal Dicanangkan Sebagai Hari Keris Nasional
“Adik saya tidak bersenjata, tidak mengancam siapa pun. Kenapa harus dipukul sampai meninggal? Kami tidak akan tinggal
diam sampai ada keadilan,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Keluarga korban didampingi oleh tim kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Serang menyatakan bahwa
mereka akan terus mengawal proses hukum, termasuk memastikan adanya transparansi dalam pengadilan militer yang akan digelar.
Komitmen Reformasi di Tubuh TNI
Kejadian ini memunculkan kembali perdebatan tentang perlunya penguatan reformasi militer, terutama dalam hal
pengawasan perilaku personel di luar dinas. Pengamat militer dari LIPI, Dr. Bayu Wirawan
menyatakan bahwa kasus semacam ini tidak boleh dianggap sebagai kasus personal semata, melainkan momentum untuk memperbaiki sistem pengawasan internal TNI.
“Perlu ada sistem evaluasi dan psikologis rutin terhadap anggota TNI. Selain itu, kerja sama antara TNI dan lembaga
sipil dalam hal penegakan hukum juga harus lebih diperkuat,” ujarnya dalam wawancara dengan salah satu stasiun televisi swasta.
TNI sendiri beberapa waktu terakhir telah menerapkan sejumlah langkah preventif, termasuk pelatihan etika, penyuluhan hukum, dan pembentukan tim disiplin internal. Namun demikian, kasus-kasus kekerasan oleh oknum aparat masih saja terjadi dan menodai citra institusi pertahanan negara tersebut.
Tuntutan Publik dan Harapan Penegakan Hukum
Masyarakat luas menaruh harapan besar agar kasus ini bisa menjadi contoh bahwa semua warga negara, termasuk anggota TNI
harus tunduk pada hukum yang berlaku. Seruan untuk pengadilan terbuka, sanksi tegas, dan kompensasi kepada keluarga korban terus menggema di media sosial dan forum publik.
Sejumlah organisasi masyarakat sipil juga turut menyuarakan aspirasi tersebut. Koalisi Masyarakat untuk
Hak Asasi Manusia (KOMHAM) dalam pernyataannya meminta agar pengadilan militer tidak hanya menjatuhkan sanksi administratif, tetapi juga hukuman pidana maksimal sesuai perbuatannya.
“Kita tidak bisa terus-menerus menyaksikan warga sipil menjadi korban kekerasan dari aparat. Negara wajib hadir untuk melindungi rakyat dan menegakkan supremasi hukum,” ujar Koordinator KOMHAM, Reni Oktaviani.
Penutup
Kasus pengeroyokan yang menewaskan warga sipil di Serang oleh dua anggota TNI menjadi ujian serius bagi komitmen hukum dan keadilan di Indonesia.
Publik menanti agar proses hukum berjalan transparan, tidak diskriminatif, dan mampu menghadirkan keadilan bagi korban dan keluarganya.
Sebagai institusi pertahanan negara, TNI diharapkan tidak hanya unggul dalam menjaga kedaulatan negara
tetapi juga menjadi teladan dalam menjunjung tinggi hukum dan menghormati hak asasi manusia. Proses hukum terhadap kedua tersangka menjadi titik krusial dalam membangun kembali kepercayaan publik terhadap institusi militer.
Leave a Reply