Sebuah video yang menunjukkan seorang siswa Sekolah Dasar (SD) di Medan dihukum duduk di lantai selama jam pelajaran karena menunggak pembayaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) selama tiga bulan, baru-baru ini menjadi viral di media sosial. Kejadian ini telah menuai kecaman dari berbagai kalangan, termasuk orang tua murid, aktivis pendidikan, dan masyarakat umum.
Kronologi Kejadian
Dalam video yang beredar luas, terlihat seorang siswa SD yang mengenakan seragam sekolah sedang duduk di lantai kelas, sementara teman-teman sekelasnya duduk di bangku mereka seperti biasa. Menurut keterangan yang beredar, siswa tersebut dihukum oleh gurunya karena belum membayar SPP selama tiga bulan berturut-turut.
Peristiwa ini terjadi di sebuah sekolah swasta di Medan, Sumatera Utara. Informasi dari beberapa sumber menyebutkan bahwa pihak sekolah memberikan hukuman tersebut sebagai bentuk penegakan aturan bagi siswa yang belum melunasi kewajiban administrasi sekolah.
Reaksi Masyarakat
Video ini memicu gelombang reaksi dari masyarakat, terutama di media sosial. Banyak netizen yang mengecam tindakan pihak sekolah, menyebutnya sebagai bentuk pelecehan terhadap anak dan pelanggaran hak asasi manusia.
“Tidak seharusnya anak-anak diperlakukan seperti itu hanya karena masalah uang. Pendidikan adalah hak setiap anak,” tulis seorang pengguna Twitter yang ikut menyebarkan video tersebut.
Baca Berita lain TresDemaIO lain nya juga:
- Panduan Lengkap Memulai Karir Freelance
- Tsunami Aceh 20 Tahun Silam
- Kenaikan Tarif PPN Indonesia Menjadi 12%
Beberapa organisasi pemerhati hak anak juga turut memberikan tanggapan. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan bahwa tindakan tersebut tidak bisa dibenarkan dalam kondisi apa pun.
“Hukuman seperti ini sangat tidak manusiawi. Sekolah seharusnya memberikan pendidikan yang inklusif dan ramah anak, bukan malah mempermalukan mereka di depan teman-temannya,” kata Retno Listyarti, salah satu komisioner KPAI.
Tanggapan Pihak Sekolah
Pihak sekolah akhirnya memberikan klarifikasi setelah video tersebut viral. Kepala sekolah menyatakan bahwa hukuman tersebut tidak bermaksud untuk mempermalukan siswa, melainkan sebagai pengingat agar orang tua siswa segera menyelesaikan kewajiban pembayaran.
“Kami tidak bermaksud untuk menyakiti perasaan anak atau orang tua. Namun, kami juga harus menegakkan aturan yang sudah disepakati bersama,” ujar kepala sekolah dalam konferensi pers.
Meski begitu, pernyataan tersebut tidak cukup meredam kemarahan masyarakat. Banyak pihak yang menuntut agar pihak sekolah memberikan permintaan maaf secara terbuka dan memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Perspektif Ahli Pendidikan
Ahli pendidikan, Dr. Andri Wahyudi, menegaskan bahwa tindakan menghukum siswa karena masalah keuangan adalah langkah yang keliru. Menurutnya, sekolah seharusnya mencari solusi lain yang lebih manusiawi dalam menyelesaikan masalah administrasi.
“Ada banyak cara yang bisa dilakukan tanpa harus mempermalukan siswa. Misalnya, pihak sekolah bisa menghubungi orang tua secara langsung dan berdiskusi tentang solusi pembayaran. Pendidikan harus tetap menjadi prioritas, dan anak-anak tidak boleh menjadi korban dari masalah keuangan,” ujar Dr. Andri.
Implikasi Hukum
Dari sisi hukum, tindakan mempermalukan siswa di depan umum dapat dikategorikan sebagai bentuk perundungan (bullying) yang melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak. Menurut Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan fisik dan psikologis, termasuk tindakan yang merendahkan martabat mereka.
Polisi setempat dikabarkan sedang menyelidiki kasus ini untuk menentukan apakah ada unsur pelanggaran hukum dalam tindakan yang dilakukan pihak sekolah.
Kesimpulan
Kasus siswa SD di Medan yang dihukum duduk di lantai karena menunggak SPP telah memicu diskusi luas tentang pentingnya perlakuan yang adil dan manusiawi terhadap siswa di lingkungan sekolah. Masyarakat berharap agar kejadian ini menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih baik dan ramah anak.
Pemerintah dan lembaga pendidikan diharapkan dapat memperketat pengawasan terhadap praktik-praktik yang merugikan siswa dan memastikan bahwa hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak tetap terjaga tanpa diskriminasi.
Leave a Reply