Perundingan Rusia Dan AS Soal Perang Berakhir Setelah 12 Jam Dalam sebuah pertemuan diplomatik tingkat tinggi yang berlangsung di ibu kota Kerajaan Arab Saudi, Riyadh, delegasi dari Federasi Rusia dan Amerika Serikat menggelar diskusi mendalam selama lebih dari 12 jam pada Senin (24/3/2025) waktu setempat.
Menurut sejumlah laporan media internasional, pertemuan ini menjadi yang terpanjang dalam rangkaian dialog diplomatik kedua negara sejak dimulainya proses negosiasi pada pertengahan Februari lalu.
Pertemuan ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan untuk meredakan ketegangan bilateral dan mencari titik temu dalam sejumlah isu strategis yang mempengaruhi stabilitas kawasan maupun global.
Dialog antara kedua negara dimulai sejak 18 Februari 2025, ditandai dengan pertemuan perdana antara Menteri Luar Negeri Federasi Rusia dengan mitranya dari Amerika Serikat. Sejak saat itu, komunikasi diplomatik antara Moskow dan Washington berlangsung secara bertahap dan mencakup berbagai aspek kerja sama maupun perbedaan kebijakan.
Menurut sumber diplomatik yang tidak disebutkan namanya, kedua pihak saat ini tengah menyusun sebuah pernyataan bersama yang direncanakan akan dirilis secara resmi pada Selasa (25/3/2025). Pernyataan tersebut diharapkan menjadi hasil konkret dari diskusi panjang yang telah dilangsungkan, sekaligus menandai pencapaian diplomatik penting di tengah meningkatnya dinamika geopolitik internasional.
Perundingan Rusia Dan AS Soal Perang
Salah satu ketua delegasi dari pihak Rusia, Grigory Karasin, dalam pernyataan singkatnya kepada awak media sebelum pertemuan berlangsung, menyampaikan optimisme bahwa pembicaraan kali ini akan membuahkan hasil.
Ia menyatakan harapannya bahwa setidaknya satu isu penting dapat disepakati dalam pertemuan tersebut. Namun demikian, Karasin memilih untuk tidak mengungkapkan rincian isu yang dimaksud, dengan alasan menjaga kerahasiaan proses negosiasi yang masih berlangsung.
Baca Juga : Penyesuaian Layanan Tj Lebaran Dan Penyediaan Posko Mudik
Di sisi lain, Yury Ushakov, yang merupakan ajudan Presiden Rusia Vladimir Putin sekaligus penasihat senior dalam bidang kebijakan luar negeri, menyampaikan bahwa pokok pembahasan utama dalam pertemuan ini adalah untuk mengeksplorasi kemungkinan implementasi inisiatif yang berkaitan dengan keselamatan navigasi maritim di kawasan Laut Hitam.
Ushakov merujuk secara khusus pada inisiatif pengiriman gandum melalui jalur maritim Laut Hitam, yang sempat terganggu akibat konflik berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina.
Fokus pada Keamanan Maritim dan Jalur Distribusi Pangan
Laut Hitam saat ini menjadi salah satu wilayah strategis yang berada dalam sorotan komunitas internasional, terutama sejak meningkatnya eskalasi militer antara Rusia dan Ukraina yang berdampak signifikan pada stabilitas regional.
Salah satu isu krusial yang turut dibahas dalam forum ini adalah kelanjutan dari Black Sea Grain Initiative, sebuah program yang sebelumnya difasilitasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Turki untuk menjamin ekspor produk pangan dan pupuk dari Ukraina dan Rusia ke pasar global.
Dalam kondisi krisis global seperti saat ini, keberlanjutan jalur distribusi pangan menjadi prioritas bersama. Pembahasan mengenai inisiatif gandum Laut Hitam merupakan respons terhadap kebutuhan mendesak negara-negara berkembang yang sangat bergantung pada impor biji-bijian dari kawasan Eropa Timur. Kegagalan dalam menjamin keamanan jalur ekspor tersebut dikhawatirkan dapat memicu krisis pangan yang lebih luas di berbagai belahan dunia.
Dalam konteks itu, pertemuan di Riyadh menjadi momentum penting dalam mempertemukan pandangan Rusia dan Amerika Serikat mengenai peran masing-masing dalam menjaga kelangsungan perdagangan pangan internasional, sembari tetap mempertahankan kepentingan nasional dan aliansi geopolitik masing-masing.
Arab Saudi sebagai Tuan Rumah Netral dan Fasilitator Diplomatik
Pemilihan Riyadh sebagai lokasi penyelenggaraan pertemuan bukan tanpa alasan. Arab Saudi dalam beberapa tahun terakhir telah aktif memainkan peran sebagai mediator dalam berbagai konflik internasional.
Dengan posisi netral dan akses yang luas terhadap kedua belah pihak, Kerajaan Saudi dinilai memiliki kapasitas untuk menjadi tuan rumah yang efektif dalam menjembatani komunikasi antara negara-negara besar dengan kepentingan yang saling bertentangan.
Dari keterangan yang dihimpun, Pemerintah Arab Saudi turut memberikan dukungan penuh terhadap kelancaran jalannya perundingan, termasuk penyediaan fasilitas, keamanan, dan logistik yang dibutuhkan oleh delegasi dari kedua negara. Keberhasilan penyelenggaraan pertemuan ini juga sekaligus menunjukkan upaya diplomasi aktif Riyadh dalam mempromosikan perdamaian dan stabilitas kawasan.
Leave a Reply